Mengingat Sumatera Barat yang semakin berkembang
berimbas meningkatnya mobilitas warga, baik warga kota maupun wilayah-wilayah
penyanggah yang mondar-mandir untuk bekerja atau sekedar tamasya maupun
berbelanja menjadi problem baru bagi tata kota di pusat perekonomian Sumbar.
Kemacetan terjadi dimana-mana terutama di Kota Padang sebagai ibukota provinsi. Waktu tempuh yang melambat akibat macet menjadi
keluhan masyarakat disana.
Beberapa faktor yang menyebabkan kemacetan tersebut
antara lain peningkatan jumlah dan kapasitas kendaraan, tidak disiplinnya
pengendara, parkir yang tidak beraturan, serta tidak
bertambahnya ruas jalan.
Permasalahan tersebut dapat diatasi dengan
pengoptimalan angkutan massal yang representatif. Solusi angkutan massal ini
sebetulnya telah terjawab dengan adanya Kereta Komuter
Padang, akan tetapi masih belum cukupnya jumlah armada sarana dan prasarana serta masih terbatasnya
rute menjadikan peranannya masih jauh dari harapan masyarakat.
Foto lama KA penumpang saat melintasi PJL Bandara Tabing. Foto: Koleksi KPKD 2 SB |
Stasiun Pulau Air Padang saat masih dilayani kereta penumpang. Sumber: Twitter @MinangOfficial |
Dahulu, kereta api di Sumatera Barat telah
menghubungkan sebagian besar kota seperti Padang, Pariaman, Parit Malintang,
Padang Panjang, Bukit Tinggi, Payakumbuh, Solok, Sawahlunto dan Sijunjung.
Namun seiring waktu, moda transportasi rel kalah saing dengan transportasi
jalan raya yang lebih efisien dan cepat. Tapi saat ini, beban jalan raya sudah
tidak mampu melayani tingginya volume kendaraan yang melintas.
Kereta api melintas di petak Lubuk Alung. Foto: Koleksi KPKD2 |
Transportasi berbasis rel harus dikembangkan kembali
untuk mengakomodir kebutuhan para penglaju di Sumatera Barat. Salah satunya
ialah mengaktifkan layanan kereta komuter yang menghubungkan Kota Padang dengan
wilayah sekitarnya dan akses ke bandara serta pelabuhan. Pengoperasian KA
perintis juga dapat mengakomodir kebutuhan masyarakat Padang dan sekitarnya
akan moda transportasi massal yang nyaman, aman, dan bebas macet Apalagi jika
keindahan alam Sumatera Barat dapat dilalui jalur kereta api, tentu akan
menjadi nilai wisata tersendiri.
Saat ini, Divisi regional 2 Sumatera Barat sudah memiliki dua
layanan kereta komuter yang menghubungkan Padang dengan wilayah penyanggah,
seperti Kota Pariaman dan Parit Malintang hingga Kayu Tanam.
Lintas
Padang - Pariaman
Kereta komuter melintasi rel yang bersisian dengan jalan raya Padang-Bukit Tinggi. Foto: Maulana Nur Achsani |
Dua rangkaian KA Sibinuang stabling di Stasiun Padang. Foto: Maulana Nur Achsani |
Banyak angkutan umum yang bisa digunakan untuk tujuan
Padang – Pariaman ataupun sebaliknya. Namun ada transportasi alternatif yang
lebih murah dan nyaman yang menghubungkan Pariaman dan Kota Padang, yaitu KA
Komuter Ekonomi AC Sibinuang (KA B1-B8) dan KA Wisata Dang Tuangku khusus hari
Sabtu dan Minggu. rangkaian ini ditarik oleh lokomotif BB 303 dan BB 306.
Penamaan kereta seperti Sibinuang yang merupakan nama seekor kerbau sakti dan
Dang Tuangku adalah raja Minangkabau yang seluruhnya diambil dari cerita rakyat
Minang.
Gerbang masuk Pantai Gandoriah dekat Stasiun Pariaman. Foto: Antara Sumbar |
Jalur kereta api dari Lubuk Alung ke Pariaman
selesai dibangun pada tahun 1908, kemudian dilanjutkan jalur Pariaman – Naras selesai pada bulan Januari
1911 dan terakhir jalur Naras – Sungai Limau pada tahun 1917.
Semenjak diaktifkan kembali, sekarang kereta api jalur Padang – Padang Pariaman yang menghubungkan dua kota sejauh 54 km menjadi idola masyarakat. Terbukti dengan makin ramainya pengguna jasa transportasi ini mulai dari kalangan mahasiswa, PNS, karyawan maupun masyarakat umum di kedua kota. Apalagi ditunjang dengan pengelolaan kereta api yang membaik, gerbong yang makin nyaman, toilet yang bersih serta berbagai pembenahan di semua stasiun.
Lok uap (steam locomotive) bersama rangkaian campuran melintas langsung di Lintas Lubuk Alung - Pariaman. Sumber: IRPS |
Semenjak diaktifkan kembali, sekarang kereta api jalur Padang – Padang Pariaman yang menghubungkan dua kota sejauh 54 km menjadi idola masyarakat. Terbukti dengan makin ramainya pengguna jasa transportasi ini mulai dari kalangan mahasiswa, PNS, karyawan maupun masyarakat umum di kedua kota. Apalagi ditunjang dengan pengelolaan kereta api yang membaik, gerbong yang makin nyaman, toilet yang bersih serta berbagai pembenahan di semua stasiun.
Bahkan untuk mempermudah akses penumpang dan besarnya
animo warga menggunakan jasa angkutan kereta api, manajemen PT KAI Divre 2
Sumbar, menambah titik pemberangkatan (shelter) penumpang sebanyak tiga
unit lagi di Kota Padang,yaitu di Pasar Alai (belakang Koperasi Minang Alam
Sentosa Swamitra USP), Air Tawar (pintu masuk parkir Basko Grand Mall) dan
Pasar Lubukbuaya (depan pasar). Sementara, Stasiun Padang dan Tabing, masih seperti
sebelumnya.
KA Sibinuang di Stasiun Padang. Foto:Artalente Art |
Penumpang sedang menunggu KA Sibinuang di peron Halte Air Tawar. Foto:Syridwan |
KA Sibinuang masuk Halte Air Tawar. Foto: Koleksi KPKD2SB |
KA Sibinuang melintasi PJL Lubuk Buaya. Foto: Maulana Nur Achsani |
Sementara, di luar Kota Padang, tak ada penambahan shelter.
Masih stasiun lama yaitu Stasiun Duku, Lubukalung, Pauh Kambar, Kurai Taji dan
Kota Pariaman. Karena jadwal keberangkatan bertambah, persilangan kereta ini
nantinya akan terjadi di Stasiun Duku.
Selain makin nyaman, untuk jalur Padang – Pariaman,
transportasi kereta api jauh lebih irit daripada moda angkutan lainnya. Dengan
Bus misalnya, untuk sekali jalan tarifnya sebesar Rp. 10.000, atau dengan
Travel Minibus sebesar Rp 15.000. Bandingkan dengan kereta api yang hanya Rp. 4.000
saja. Harga tiket yang murah ini sangat membantu bagi mahasiswa, karena cukup
menghemat pengeluaran. Terutama bagi mahasiswa yang berasal dari wilayah
Kabupaten Padang Pariaman dan Kota Pariaman.
Dari Stasiun Padang yang terletak di Jln. Stasiun 7 Simpang Haru Kota Padang, jadwal keberangkatan kereta mulai pukul 06.00 WIB, 09.10 WIB, 14.00 WIB dan 16.40 WIB. Sedangkan keberangkatan dari stasiun Kota Pariaman yang berada Jl. Tugu Perjuangan 45 Pasir Pariaman, mulai pukul 05.45 WIB, 08.50 WIB, 14.15 WIB dan 16.20 WIB. Lama perjalanan dari Padang menuju Kota Pariaman ini sekitar 1 jam 15 menit. Khusus untuk tiga shelter di Kota Padang, kereta tidak berhenti lama, sekitar 2-3 menit saja. Jarak tempuh antar shelter dari Stasiun Simpang Haru, Shelter Pasar Alai, Shelter Air Tawar serta Stasiun Tabing dan Shelter Lubukbuaya, sekitar 2-3 menit pula.
Tidak hanya untuk mahasiswa, bepergian wisata ke
Pariaman tentu menjadi lebih murah, mudah dan nyaman bagi para wisatawan, dan
tentunya akan berefek pada meningkatnya kunjungan wisata ke Pariaman.
Lintas Lubuk Alung - Kayu Tanam
Railbus Lembah Anai |
Stasiun Kayu Tanam |
Sejak 1 November 2016, jalur ini kembali dilintasi
kereta perintis milik Kemenhub yang sebelumnya sempat nonaktif karena sarana
dan prasarana yang rusak akibat gempa. Jalur kereta Lubuk Alung - Kayutanam
menghubungkan tiga stasiun, Lubuk Alung, Sicincin dan Kayutanam. dahulu, jalur
ini terdapat Stasiun Parit Malintang yang kini non aktif.
Stasiun Parit Malintang era Westkust Sumatra Staats Spoorwegen (WSS) |
KA perintis yang lalu lalang di lintas ini adalah KA
Lembah Anai yang diambil dari salah satu lembah yang legendaris dan indah di
mana jalur kereta api bergerigi Padang Panjang-Sawahlunto membentang. Dalam
sekali perjalanannya KA ini mampu mengangkut 160 penumpang (78 orang dengan
tempat duduk dan 82 orang tanpa tempat duduk) dengan waktu tempuh 38 menit
untuk jarak tempuh 20 km.
Ruang Masinis Railbus Lembah Anai. Foto: Anggi AL |
Rangkaian yang digunakan untuk KA Perintis Lembah Anai
ini adalah satu set Railbus yang terdiri atas 3 kereta dengan nomor seri K3 2
11 01, K3 2 11 02, dan K3 2 11 03 yang biasa dipanggil dengan sebutan "Mak
Buih" oleh para penggemar kereta api di Divre 2. Railbus ini sebelumnya
direncanakan akan dioperasikan untuk melayani rute Padang – BIM. Namun, karena
keputusan baru Menhub maka Railbus tersebut digunakan sebagai KA untuk rute Lubuk
Alung – Kayu Tanam.
Railbus Lembah Anai. Foto: Anggi AL |
Beroperasinya Kereta Api Lembah Anai sebelumnya sudah melalui serangkaian uji operasional kelaikan jalan pada lintas Lubukalung-Kayutanam oleh PT KAI Divre II Sumbar. Tercatat sebelum beroperasi dilakukan dua kali uji coba yaitu pada Bulan Juli dan Agustus 2016. Meskipun dinamakan Kereta Api Lembah Anai, namun secara rute kereta api ini hanya melayani rute dari Lubuk Alung ke Kayu Tanam. Sedangkan untuk ke Lembah Anai belum beroperasi karena jalur tesebut membutuhkan lokomotif bergigi yang sampai saat ini belum tersedia.
Dilansir dari rilis Instagram Komunitas Pecinta Kereta Api Divre 2 Sumatera Barat (KPKD2SB), ada total 4 pemberangkatan KA Lembah Anai yang berhenti di setiap stasiun, Kayutanam, Sicincin dan Lubuk Alung, 2 kali dari Lubuk Alung (pukul 07.05 WIB dan 15.15 WIB), dan 2 kali dari Kayutanam (5.50 WIB dan 13.50 WIB)). Harga tiket kereta perintis ini dipatok Rp 3000 untuk sekali jalan, baik dari Lubuk Alung maupun Kayutanam.
Dilansir dari rilis Instagram Komunitas Pecinta Kereta
Api Divre 2 Sumatera Barat (KPKD2SB), ada total 4 pemberangkatan KA Lembah Anai
yang berhenti di setiap stasiun, Kayutanam, Sicincin dan Lubuk Alung, 2 kali
dari Lubuk Alung (pukul 07.05 WIB dan 15.15 WIB), dan 2 kali dari Kayutanam
(5.50 WIB dan 13.50 WIB)). Harga tiket kereta perintis ini dipatok Rp 3000
untuk sekali jalan, baik dari Lubuk Alung maupun Kayutanam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar