Jumat, 20 Maret 2020

KEMBALINYA JALUR KERETA PADANG - PULAU AIR

Padang - Jalur kereta api Padang-Pulau Air (Pulau Aie) di Sumatera Barat hidup lagi setelah mati suri selama 43 tahun. Jalur kereta api ini membentang sepanjang 2,7 kilometer dari Stasiun Padang, Stasiun Tarandam di Padang Timur hingga Stasiun Pulau Air di Kawasan Muara Padang. 

Jalur Padang - Pulau Air merupakan bagian dari jalur Pulau Air - Padang Panjang yang diresmikan Diresmikan pada tanggal 1 Juli 1891 oleh Staatsspoorwegen ter Sumatra's Westkust yang kini menjadi bagian dalam Divisi Regional II Sumatra Barat.

Dibangun sekitar tahun 1900, untuk kepentingan angkutan penumpang dan barang dari dan ke pelabuhan sehingga merupakan stasiun dan jalur kereta api pertama yang dibangun pemerintah Hindia Belanda di Padang sekaligus di Ranah Minang. Jalur ini adalah bagian dari jalur Padang-Padang Panjang sejauh 71 km yang mulai dibangun sejak 6 Juli 1889.

Jalurnya digunakan sebagai sarana angkut batu bara dari Ombilin Kota Sawahlunto menuju pelabuhan Muaro Padang sebelum Pelabuhan Emmahaven (Pelabuhan Teluk Bayur) dibangun kemudian harinya.


Peta lama jalur kereta Pulau Air-Padang. Foto: searail.malayanrailways.com

Namun jalur ini telah dihentikan operasinya sejak tahun 1983 akibat kalah bersaing dengan moda transportasi darat lainnya.

Reaktivasi jalur ini mulai digaungkan pada Desember 2013. Pada saat itu, PT KAI Divre II Sumatra Barat mulai melakukan pendataan dan penertiban terhadap rumah-rumah warga di pinggir jalur rel serta lapak Pasar Tarandam yang menempati bekas jalur kereta api. Proyek ini semula bertujuan agar kereta api dapat menjangkau Kota Tua Padang serta Pelabuhan Muaro.

Berdasarkan pernyataan dari Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Kelas II Wilayah Sumatera Barat, Proses penyelesaian reaktivasi ini memakan waktu sekitar 6 bulan yaitu sejak Juli 2019 hingga Desember 2019 dengan memakan biaya lebih kurang 42 milyar. Setelah proses selesai, baru dilakukan pengujian dan assessment sampai benar-benar jalurnya layak dilewati dan dioperasikan mengingat bahwa jalur ini sudah lama tidak dilalui kereta api.

Selama proses reaktivasi ini pembebasan lahan menjadi kendala utama. Pasalnya jalur-jalur kereta ini sudah ditempati oleh masyarakat sekitar. Begitu juga untuk stasiun Pulau Air ini merupakan salah satu cagar budaya yang bangunannya harus dilestarikan dan tidak boleh diubah untuk menjaga budaya dan keasliannya.

Adapun, lingkup kegiatan reaktivasi ini antara lain adalah penggantian rel 33 dengan rel 54 dan sterilisasi jalur KA di Km 0+000 s/d 2+950 km termasuk spoor 1 di emplasement Stasiun Padang, pembangunan Stasiun Tarandam dan fasilitas pendukungnya, peningkatan jembatan BH 36 Km 1+793 bentang 15 M antara Stasiun Padang - Stasiun Pulau Air dan pembangunan/pemugaran Stasiun Pulo Air yang merupakan cagar budaya.


 Ujicoba perdana jalur menggunakan Lori Dresin. Foto: KPKD2SB
Sepanjang jalur ini, terdapat delapan perlintasan sebidang yang dilewati pada rute Stasiun Pulai Air menuju Stasiun Padang yaitu di Jalan Sawahan, Jalan Dr Wahidin, Jalan Proklamasi, Jalan Akses Warga di Tarandam, Jalan Husni Tamrin, Jalan Belakang Pondok dan Jalan Pulau Air. Mengantisipasi kecelakaan yang sering terjadi di perlintasan kereta Kota Padang, pihak PT KAI Divre 2 juga telah memasang plang dan membangun pos serta menempatkan petugas.


Salah satu perlintasan sebidang di jalur Padang-Pulau Air. Foto: Detik

Dengan beroperasinya jalur ini, potensi wisata di daerah sekitar antara lain Kota tua, Jembatan Siti Nurbaya, dan lainnya akan lebih mudah diakses serta diharapkan bisa memudahkan masyarakat karena waktunya bisa lebih cepat dan tepat. Begitu juga lokasinya yang dekat kawasan muara Padang sehingga memudahkan penumpang dari Bandara untuk menyebrang ke Mentawai.



Jalur kereta ini terakhir beroperasi pada 1977 silam. Reaktivasi jalur ini meliputi peningkatan jalur kereta api dan sterilisasi seperti pembangunan pagar. Kemudian melakukan peningkatan jembatan, pembangunan Stasiun Tarandam, serta Restorasi dan pembangunan stasiun Pulau Air.

Stasiun Pulau Air

Stasiun berkode PLA ini berada di km 0+000. Stasiun ini juga dieja dengan nama bahasa Melayu Pulau Air dan nama lama Puluaer—merupakan stasiun kereta api nonaktif kelas I yang terletak di Pasa Gadang, Padang Selatan, Padang

Sejak berdirinya stasiun ini hingga awal tahun 1980-an, keberadaan stasiun ini menjadi pilihan utama jalur perdagangan di Sumatera Barat. Pada tahun 1950-an alat transportasi darat yang menghubungkan Kota Padang dengan daerah pedalaman adalah kereta api, selain bendi dan pedati. Kemudian pada tahun 1960-an, stasiun Pulau Air selalu ramai dikunjungi calon penumpang dan aktivitas bongkar muat barang yang akhirnya membuat perekonomian di daerah ini menggeliat. Lokomotif yang berdinas disini diinapkan di dipo lokomotif yang posisinya tidak jauh dari Stasiun Pulau Air.

Stasiun ini merupakan stasiun pertama yang dibangun oleh pemerintahan kolonial Belanda di Kota Padang, Sumatra Barat. Stasiun ini merupakan stasiun ujung sebelum menuju Pelabuhan Muaro yang percabangannya dari Stasiun Padang. Stasiun yang terletak pada ketinggian +2 meter ini termasuk dalam Wilayah Aset Divre II Sumatra Barat serta merupakan bagian dari pengaktifan kembali jalur-jalur kereta api di Sumatra Barat.

Stasiun Pulau Air saat masih melayani kereta penumpang pada tahun 80an. Sumber: Twitter @MinangOfficial
Emplasemen Stasiun Pulau Air tahun 1915. Foto; KITLV
Penampakan proses revitalisasi Stasiun Pulau Air. Foto: Antaranews
Lokomotif BB 303 saat uji coba di Stasiun Pulau Air. Foto: Dephub

Proses Uji Coba beban dengan menggunakan lokomotif. Foto:Detik

Stasiun Pulau Air setelah di revitalisasi. Foto: Kemenhub

Sejak tahun 2007, Pemerintah Kota Padang resmi menetapkan stasiun ini sebagai cagar budaya berdasarkan inventaris Balai Pelestarian Cagar Budaya No. 69/BCB-TB/A/01/2007.



Ke arah barat daya stasiun ini sebenarnya masih memiliki kelanjutan jalur menuju Pelabuhan Muaro, tetapi jalur itu tidak ikut direaktivasi. Setelah direaktivasi, stasiun ini akan menjadi terminus kereta api bandara.


Jalur kereta menuju pelabuhan Muaro Padang. Foto: KITLV



Stasiun Tarandam

Stasiun Tarandam (TDA) berada di Km 1+171 atau tepatnya di Jalan Proklamasi, Ganting Parak Gadang, Padang Timur, Padang. 

Halte yang terletak pada ketinggian +4,238 meter ini termasuk dalam Divisi Regional II Sumatra Barat serta berdekatan dengan Pasar Tarandam.

Berdasarkan data dari Staatsspoorwegen ter Sumatra's Westkust, nama halte ini dahulu dieja sebagai Terandam (Stopplaats Terandam). Halte ini kemungkinan ikut dinonaktifkan bersama dengan penutupan jalur cabang Padang–Pulau Aie pada tahun 1980-an.

Halte Kereta Api Tarandam 1980. Foto: @dispusippadang
Penampakan Stasiun Tarandam di malam hari: Foto: KPKD2SB
Sehubungan dengan proses reaktivasi jalur kereta api Padang–Pulau Aie, Direktorat Jenderal Perkeretaapian mengaktifkan lagi halte ini. Bangunan halte saat ini sedang dibangun dengan arsitektur yang lebih modern dan lebih luas. Dengan selesainya reaktivasi, halte ini direncanakan akan memiliki satu jalur kereta api dengan peron tinggi. Halte ini akan dimanfaatkan oleh pedagang dan pengunjung Pasar Tarandam untuk berjualan.

Prasarana Kereta
KA Bandara Minangkabau Express saat stabling di Stasiun Pulau Air. Foto: Dephub

Kereta api Perintis Minangkabau Ekspres akan melayani penumpang sampai ke stasiun Pulau Air mulai tanggal 12 Maret 2020. Sebagai bentuk sosialisasi dan menumbuhkan minat masyarakat untuk menggunakan kereta api, pemerintah menggratiskan lintas pelayanan Bandara - Padang - Pulau Air selama 10 hari yakni dari tanggal 12 sampai dengan 22 Maret.

Selanjutnya mulai tanggal 23 Maret 2020 tarif kembali normal menjadi Rp 5.000 bagi penumpang reguler (tidak perjalanan dari/ke bandara) dan Rp 10.000 bagi yang melakukan perjalanan dari/ke bandara.


#keretadipadang #sejarahkeretapadang #stasiunpulauair #kabandaraminangkabauexpress




Tidak ada komentar:

Posting Komentar