Bangka dan Belitung adalah dua pulau yang terapung sendiri-sendiri, dipisahkan oleh sebuah selat, dan terletak di sisi timur Sumatera bagian selatan. Komposisi etnis penduduk Bangka dan Belitung mirip, bahasanya berkerabat, dan keduanya ialah pusat pertambangan timah nasional (baik Hindia Belanda maupun Indonesia) sejak abad ke-19. Tapi, pertambangan timah di Bangka dan Belitung meluncur di jalur yang berlainan, dan karena itu keduanya, meski tergabung dalam unit administratif yang sama (keresidenan di periode Hindia Belanda dan provinsi di masa Indonesia), memiliki sejarah yang berbeda pula. Pulau Belitung sendiri terbagi menjadi 2 kabupaten yaitu Kabupaten Belitung, beribukota di Tanjung Pandan, dan Belitung Timur, beribukota Manggar.
Pada 1668 dan 1672, seorang ondercoopman atau agen VOC yang bernama Jan De Harde mengunjungi dua pulau tersebut, tapi ia gagal menemukan sumber keuntungan komersial yang signifikan. Beberapa puluh tahun kemudian barulah tambang-tambang timah dibuka di Bangka.
Dalam laporan ahli botani J.C.M Radermacher tentang kunjungannya ke Sumatera (1781), terdapat deskripsi: “sebuah bukit timah, seperti Bangka.” Menurut Mary F. Somers Heidhues dalam “Company Island: A Note on the History of Belitung”, pemerintah Hindia Belanda ogah-ogahan mencari timah di Belitung karena mereka tidak yakin pasar sanggup menampung timah lebih dari hasil pertambangan di Bangka. Pada 1851, tim yang dipimpin John Loudon dan didukung oleh, salah satunya, Pangeran Hendrik dari Kerajaan Belanda, menemukan timah di Belitung. Setahun kemudian, kelompok itu memperoleh konsesi atau izin penambangan selama 40 tahun dari Hindia Belanda.
Sisa rel trem di Belitung. |
Jalur Trem Uap Distrik Sijuk
Perburuan dan penambangan biji timah di pulau belitung sudah di lakukan berabad-abad lamanya, baik itu di tambang luar atau tambang dalam. Tambang dalam di pulau belitung dilakukan di bukit Gunong Kik Karak Kecamatan Kelapa Kampit Kabupaten Belitung Timur dan Mentikus.
Mentikus merupakan salah satu nama kawasan tambang yang berada di desa Aik Selumar Kecamatan Sijuk Kabupaten Belitung. Tambang dalam Mentikus mencapai ke dalaman hingga 110 meter, dengan cadangan yang dapat di garap diperkirakan hingga 800.000 ton biji timah berkadar baik.
Mentikus merupakan sebuah kawasan pertambangan timah yang dibangun oleh perusahaan tambang asal Belanda, NV GMB pada awal abad ke 20. Semula kawasan itu dinamai tambang Tikus karena berada dalam area perbukit Gunung Tikus.
Setelah ditambang biji-biji timah itu di angkut ke tempat penampungan ke gudang yang di perkirakan dekat sungai mempadin dengan menggunakan transportasi Tram Uap (kereta api) untuk kemudian biji-biji timah itu di bawa ke luar pulau melewati bandar pelabuhan Sungai Sijuk.
Trem uap di Mentikus, Sijuk |
Jejak keberadaan Tram Uap ini, hingga tahun 1970an batangan rel kereta api itu masih dapat di jumpai melintasi kampong aik selumar, pegarun hingga ke sungai mempadin, pada tahun yang sama pula masih dapat di jumpai bangkai lokomotif Tram Uap tersebut.
Jalur rel trem di Distrik Sijuk lebih pendek dan tak bercabang dibandingkan jalur trem di manggar dengan rute membentang mulai dari Selumar sampai Pelabuhan Sijuk. Namun seperti halnya di Manggar, jejak jalur trem di Sijuk kini nyaris tak berbekas. Tahun pembuatan serta “Bekas rel dan lokomotif nya dak ada lagi, paling yang tersisa cuma beton bekas jembatannya saja,” kata Adi Darmawan, Ketua Ketua Hkm Arsel Community Desa Selumar.
Hingga kini, jejak-jejak peradaban Situs Mentikus masih terlihat. Di sana masih dijumpai kolam penampung air berukuran sekitar 6x15 meter, puing perkantoran, gudang, pondasi rumah panggung, hingga penjara.
Selain itu di sekitar kawasan itu juga banyak ditemui serpihan mangkok buatan Cina yang dulu digunakan oleh para pekerja tambang asal Tiongkok, Cina.
Objek yang paling menonjol di kawasan ini adalah sebuah bangunan yang bertuliskan Anno 1915. Bangunan dengan gaya arsitektur Belanda itu menjulang hingga 10 meter lebih menyerupai Gereja.
Sejumlah versi menyebut bangunan itu dulunya digunakan untuk gudang, namun versi lain menyebut gedung itu untuk pembangkit listrik. Dari sisi belakangan, bangunan ini diwarnai dengan lahan eks tambang yang bergelombang.
Situs ini terletak di dalam area perkebunan kelapa Sawit PT Agro Makmur Abadi (AMA) blok 31 JB 3, Desa Aik Selumar, Kecamatan Sijuk. Dari Tanjungpandan, perjalanan ke kawasan ini ditempuh kurang lebih 45 menit dengan melewati jalan tembus Desa Air Seru-Desa Buluh Tumbang, Tanjungpandan.
Jalur Trem Uap Distrik Manggar
Emplasemen tambang timah di Manggar di Biliton |
Emplasemen Stasiun Manggar, Pulau Billiton di Belitung. Foto: Tropen Museum |
Refrensi tentang trem bisa diperoleh lewat terjemahan buku Gedenkboek Billiton (GB) 1852-1927 jilid I dan II, Koleksi Tropenmuseum dari Yayasan Royal Tropical Institute Amsterdam, serta website resmi Perpustakaan Universitas Leiden, Belanda.
Informasinya tersaji mulai dalam bentuk buku, foto, sampai peta. Dalam buku GB Jilid I disebutkan, pembangunan trem dimulai 1885 di Distrik Manggar pada masa N.V Billiton Maatschappij (BM) dipimpin oleh Johan Philip Ermeling. Ia berhasil menyakinkan dewan komisaris perusahaan setelah ditemukannya sejumlah lokasi kaya timah di Manggar.
Penemuan itu menuntut penambahan pekerja dan pembangunan trem dinilai sepadan dengan hasil yang akan didapatkan. Kala itu peraturan perusahaan menuntut pegawai dengan gaji f 300 Gulden atau lebih harus memiliki kuda untuk bekerja. Para administrator distrik membutuhkan setidaknya 3-4 kuda yang biaya pembeliannya tidak ditanggung oleh perusahaan.
Di Manggar, peraturan ini lebih longgar karena kebutuhan transportasi pekerja diakomodir dengan trem. Rel dibangun dengan lebar 720mm dan berat 12 Kg/meter, mencakup 22 Km jalur utama dan 28 Km lajur-lajur samping yang dibagi atas 21 sungai kecil. Namun tak seperti kebanyakan cerita, menurut buku Gedenkboek Billiton pada awalnya menumpang trem bukannya gratis, tapi berbayar. Namun seiring berjalannya waktu, penumpang tidak dikenakan biaya.
Trem Uap di Manggar berjumlah empat unit yang digunakan untuk mengangkut penumpang, barang, dan kayu. Pengangkutan kayu utamanya berasal dari Gunong Bulong yang dibeli perusahaan dari pihak ketiga. Kayu digunakan untuk bahan bakar trem, memanggang pasir timah, dan kebutuhan infrastruktur dan gedung perkantoran.
Trem saat itu memang sudah seperti bagian dari kehidupan masyarakat. Oleh masyarakat lokal, trem ini disebut garubak. Disebut Gerubak karena bentuknya memang lebih menyerupai gerobak ketimbang gerbong kereta yang biasa dikenal di pulau Jawa.
Dinding gerbong hanya sampai setinggi pangkal paha dan posisi penumpang saling berhadapan seperti di meja makan. Setiap gerbong memuat enam sampai delapan orang dan sekali berangkat trem bisa menarik 10 sampai belasan gerbong, tergantung dari jumlah penumpang yang ada. Trem tersebut akan berhenti di jalan yang terletak antara gedung pembangkit listrik tenaga disel elektriciteits centrale (EC) dan Kulong Minyak, Kampong Lalang.
Jumlah penumpang dan barang yang diangkut dalam setiap tahunnya pun tercatat dengan baik. Misalnya saja di tahun 1921-1922, trem Manggar tercatat telah mengangkut penumpang sampai 201.187 orang. Sedangkan kurun waktu 1922-1923 menurun hingga 32.251 penumpang dan 207.744 pikul muatan.
Setelah itu aktivitasnya terus mengalami penurunan sampai pihak perusahaan pun tak mampu memperkirakan sampai kapan trem tersebut bisa digunakan. Bertambahnya jumlah mobil dinilai sebagai salah satu penyebab menurunnya aktivitas trem kala itu.
“Pada kerusuhan di tahun 1911 di Manggar, mobil menunjukkan besar gunanya. Pada hari-hari kritis itu para pegawai secara cepat dapat mencapai kebakaran di seluruh distrik, sejak saat itu perjuangan hak membeli mobil telah menang,” tulis buku Gedenkboek Billiton Jilid II. Akhirnya, pada tahun 1955, jalur trem uap di Manggar berhenti operasi hingga kini.
Sementara website perpustakaan Universitas Leiden menampilkan cukup banyak foto tentang keberadaan trem di Manggar. Salah satu foto menggambarkan sebuah lokomotif yang diberi nama Damar sedang menarik sejumlah gerobak berisi mangkuk kapal keruk.
Selain dari foto, gambaran jalur rel trem juga tampak pada sejumlah peta yang diterbitkan tahun 1878, 1898, 1900, 1925, 1927, dan 1930. Dari semua peta tersebut, tampak Pulau Belitong memiliki dua jalur tram yakni di Distrik Manggar dan Distrik Sijuk.
Peta jaringan rel di Manggar. Sumber: Leiden University Library |
Jaringan rel kereta tambang di Mangkubang, Belitung |
Peta Belitung era kolonial yang mencakup jaringan rel kereta trem uap |
Dari sejumlah sumber yang ada, belum ditemukan informasi mengenai negara atau perusahaan pembuat trem di Belitung. Namun menurut mantan juru tulis N.V GMB Derus (86), trem tersebut merupakan buatan Amerika Serikat.
Lokomotif di jalur trem uap Manggar. |
“Mereka berdua jadi masinis terakhir sampai tremnya tidak jalan lagi, saya tidak tahu keluarga mereka sekarang tinggal di mana,” kata Derus.
Trem Uap Manggar |
Sarana trem digunakan untuk mengangkut buruh tambang di Manggar |
Trem saat mengangkut hasil kayu dari Gunung Bulong |
Trem saat membawa gerbong kosong menuju Gunung Bulong |
Setiap orang tak terkecuali anak-anak sekolah bisa saja menumpang trem ke manapun mereka suka tanpa dipungut biaya. Jalur relnya membentang mulai dari Lipat Kajang, Kecamatan Manggar sampai Mempaya, Kecamatan Damar. Tak hanya melintasi kota dan area pertambangan, jalur trem juga menembus hutan rimba di kawasan bukit Gunong Bulong, Damar. Warga kampung yang kebetulan ingin ke hutan untuk mencari kayu sering menumpang trem tersebut.
Jaringan rel kereta trem tidak memiliki stasiun khusus, layaknya sistem perkereta-apian trem di pulau Jawa, namun memiliki titik persinggahan yang berjadwal. Trem berangkat dari Lipat Kajang menuju EC pukul 07.00 WIB dan keberangkatan dari EC pukul 12.00 menuju kembali ke Lipat Kajang.
Jalur rel depan gedung pembangkit listrik (Elektriciteits Centrale) Manggar |
Adapun titik pemberhentian trem Manggar meliputi Lipat Kajang, gedung pembangkit listrik tenaga disel elektriciteits centrale (EC), Olipier, Mengkubang, Gunong Bulong. Kemudian dari ruas Manggar - Damar meliputi percabangan dari EC, Desa Kurnia Jaya, A. Ladang, A. Garumedang, A Lembong, Merak, A. Landai, A. Rayak dan Gunung Bulong.
Bengkel Kereta Trem Lipat Kajang
Dalam buku Gedenkboek Billiton 1852-1927 jilid I disebutkan hingga tahun 1927, Belitong memiliki 15 lokomotif dan 97 lokomobil. Lokomotif ini di rawat secara berkala di Bengkel Kereta Lipat Kajang. Sementara itu dalam website perpustakaan Universitas Leiden tampak sejumlah foto yang menggambarkan kunjungan Gubernur Jenderal Hindia Belanda Mr. Dirk Fock di Belitung pada 25 September 1925. Satu foto di antaranya menggambarkan Sang Gubernur Jenderal sedang diajak meninjau sebuah garasi yang berisi empat unit tram di kawasan bengkel Lipat Kajang, Manggar.
Lokomotif Damar saat berada di bengkel kereta Lipat Kajang. |
Gubernur Jendral Hindia Belanda D. Fock saat mengunjungi bengkel kereta Lipat Kajang |
Gubernur Jendral Hindia Belanda saat mengunjungi Bengkel Trem Lipat Kajang pada tahun 1925. |
Jalur Trem di Tanjung Pandan
Tanjung Pandan sebenarnya juga memiliki jalur kereta, hanya saja tidak didapat informasi yang memadai sistem kereta yang digunakan. Ada dua versi mengenai keberadaan trem di Tanjungpandan. Beberapa sumber menyebutkan pelabuhan Tanjungpandan juga sempat memiliki trem. Namun versi kedua, jalur rel di pelabuhan tersebut hanya digunakan untuk gerobak yang digerakkan oleh tenaga manusia.
Para pekerja menggerakkan gerbong di area pelabuhan Tanjung Pandan. |
#manggar #tanjungpandan #sijuk #mentikus #belitung #bilitong #tambangtimah #reltambang #trem #tremuap #sejarahperkeretapianindonesia #sumatera
Tidak ada komentar:
Posting Komentar