|
Suasana komplek dermaga Teluk Bayur. Foto: KITLV |
Ketika Era Kolonial Belanda, penyebutan nama pelabuhan Teluk Bayur adalah Emmahaven (Pelabuhan Emma),
merujuk ke Ratu Emma. Pelabuhan Emmahaven adalah salah satu pelabuhan di Pulau Sumatera dibangun Belanda yang terintegrasi dengan jaringan rel.
Pelabuhan Emmahaven dibangun pada tahun 1890 dan baru selesai di tahun 1895
alias pengerjaannya memakan waktu 5 tahun. Ini sekaligus menunjukkan bahwa
Belanda dalam mengerjakan proyek-proyek infrastruktur sangat ketat, tidak boleh
melenceng dari bestek. Hasilnya, peninggalan-peninggalan infrastruktur dan bangunan
Belanda masih kuat sampai sekarang, seolah tak lapuk dimakan zaman.
|
Jalur rel menuju Pelabuhan Emmahaven. Foto: KITLV |
Pembangunan dan pelebaran pelabuhan ini diharapkan dapat
meningkatkan perdagangan. Sebelumnya dibutuhkan waktu sampai berpuluh tahun
untuk meyakinkan pemerintah pusat Belanda mengenai pentingnya renovasi dan
pelebaran Pelabuhan Ratu Emma itu. Den Haag saat itu menganggap letak pelabuhan
ini terlalu jauh dan kalah penting dibandingkan Batavia (Tanjung Priok).
Sebelumnya mulai 1850 sudah dirintis pelayaran langsung
Batavia-Padang dengan kapal uap. Padang terbukti kemudian mempunyai cukup
potensi untuk berkembang. Untuk mendorong perkebunan dan perdagangan sektor
kopi, Pemerintah Belanda saat itu menurunkan pajak di Ranah Minang untuk
komoditas kopi. Sebagai syaratnya, penduduk Minang harus menjual panen kopinya
hanya kepada gouvernement (pemerintah).
|
Dermaga Emmahaven. Foto: KITLV |
Pelabuhan Emmahaven dibangun dengan menyediakan empat buah
dermaga, empat buah gudang besar, satu buah gudang dalam ukuran sedang, satu
kantor pemeriksaan barang, satu kantor havenmeester, satu kantor bea cukai,
kantor agen perusahaan perkapalan. Masih dalam kompleks pelabuhan ini juga
dibangun stasiun kereta api yang menghubungkan pelabuhan ini dengan kota Padang
(Verslag Van de Kamer... 1911 : 38). Luas areal pelabuhan ketika baru selesai
dibangun ini sekitar 1 km2 dan ke arah laut terdapat dua pemecah
gelombang yang masing-masing mempunyai panjang 260 meter dan 900 meter („Nederlandsch
Indische Havens...1920: 64).
|
Bongkar muat KA Batubara di Emmahaven. Foto: KITLV |
Tidak jauh di luar komplek pelabuhan dibangun depot penumpukan dan
pengisian batu bara. Depot pengisian batu bara yang ada di Pelabuhan Emmahaven
ini merupakan yang tercanggih di Asia Tenggara untuk waktu itu (Lekkerkerker
1916: 293). Ada tiga corong pengisian batu bara di pelabuhan ini dengan total
kapasitas 280 ton per jam. Dua corong pengisian dengan dengan masing‐masing
berkapasitas 120 ton per jam dan yang satu lagi berkapasitas 40 ton per jam (“Nederlandsch
Indische Havens... 1920:65).
Sejak diresmikan hingga tahun 1906 pelabuhan ini selalu
ditingkatkan kondisinya antara lain dengan memperdalam kolam pelabuhan.
Kedalaman pelabuhan yang semula hanya 7,5 meter diperdalam menjadi 10 meter lewat tiga kali pengerukan
pada tahun 1901, 1903 dan 1905 (Emmahaven...1909: 827).
|
Emplasemen Stasiun Pelabuhan Teluk Bayur. Foto: KITLV |
Pembangunan Emmahaven merupakan klimaks dari keberadaan pelabuhan
di Kota Padang. Dalam kurun waktu yang tidak begitu lama, emmahaven memang
berhasil menjadi sebuah prasarana transportasi laut terpenting di bagian barat Sumatera
khususnya dan seluruh Pulau Andalas ini pada umumnya. Namun, kejayaan itu tidak
begitu lama dinikmati pelabuhan yang kemudian dikenal dengan nama Teluk Bayur ini.
Beberapa saat setelah Emmahaven diresmikan, pemerintah Hindia Belanda juga
membangun Pelabuhan Sabang yang juga dirancang sebagai depot pengisian batubara
bagi kapal-kapal yang ingin melayari Samudera Hindia.
Seiring dengan itu, Belawan
juga tampil menjadi pelabuhan laut yang penting karena banyaknya komoditas
perdagangan yang bisa dimuat dan dibongkar di sana serta tampilnya Medan
sebagai kota niaga yang terkemuka. Hal ini menyebabkan kapal‐kapal Eropa yang
semula menyinggahi Emmahaven mengalihkan rutenya ke Belawan. Last but not
least, semakin berkurangnya aktivitas perekonomian di Sumatera Barat pada akhir
dekade 1920‐an juga membuat semakin sedikitnya kapal antar samudera yang
singgah di Emmahaven. Akhirnya depresi tahun 1930‐an menjadi faktor pemicu
utama mundurnya kegiatan Pelabuhan Emmahaven dan juga Pelabuhan Muaro (Gusti Asnan
2007: 311). Sejak itu kedua pelabuhan ini tidak pernah lagi mengalami
kejayaannya seperti di masa‐masa dulu.
|
Masa-masa awal pembangunan jaringan rel di Emmahaven. Foto: KITLV |
|
Tampak dari atas jalur rel menuju Pelabuhan Emmahaven. Foto: KITLV |
|
Kereta Barang sedang melakukan aktivitas bongkar muat di Emmahaven. Foto: KITLV |
|
Dermaga Emmahaven yang dilengkapi rel. Foto: KITLV |
|
Kapal uap sedang bersandar di samping jalur rel dermaga. |
|
Lokomotif uap sedang menarik rangkaian gerbong batubara di Pelabuhan Teluk Bayur. Foto: Ted Polet |
|
Jaringan Rel di Pelabuhan Teluk Bayur. Foto: Ted Polet |
Bersambung...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar