STASIUN BESITANG, STASIUN KERETA PERTEMUAN DUA LEBAR REL BERBEDA
Stasiun Besitang semasa masih melayani kereta dari maskapai Atjeh Tram dan Deli Spoorwag Maatch. Foto: KITLV |
Jarak Stasiun Medan
hingga Stasiun Besitang ini sepanjang 101 kilometer. Di sepanjang jalur itu
kini tinggal sepenggal jalur yang masih aktif, yaitu dari Stasiun Medan sampai
Stasiun Binjai yang berjarak 21 kilometer. Jalur ini juga memiliki
berbagai macam percabangan, seperti percabangan menuju rel 750 mm Aceh, rel dual
gauge menuju Pangkalan Susu, rel ke pelabuhan Pangkalan Brandan maupun rel
cabang menuju sentra-sentra perkebunan yang menyebar sepanjang jalur ini.
Kalau melihat sekilas
memang sulit mengakui adanya kemajuan peranan KA di Sumut dan Aceh saat ini.
Era 1970-an, sisa-sisa kejayaan KA Sumut masih dapat dirasakan dengan
beroperasinya KA Ekspres Medan – Besitang pp, yang tersambung dengan KA Ekspres
Aceh Besitang – Langsa pp.
Distribusi logistik
antara Sumut dan Aceh ketika itu juga banyak menggunakan KA. Walaupun ada
perbedaan lebar sepur antara KA di Sumut (1.067 mm) dan KA di Aceh (750 mm),
namun hal ini tidak menjadi penghalang gerbong barang milik DSM bisa dinaikkan
ke atas gerbong datar (flat Car) KA Aceh. Tetapi yang sering dilakukan adalah
bongkar muat di stasiun Besitang untuk penerusannya, baik ke Aceh maupun ke
Sumut.
Selain kedua KA
Ekspres tersebut, pada jalur Medan – Besitang juga beroperasi KA Campuran yang
merangkai gerbong barang dicampur dengan kereta penumpang. Pagi dini hari dari
Medan dan Pangkalanberandan diberangkatkan KA Campuran ini menuju Pangkalan
Berandan dan Medan. Berhenti dan langsir di Stabat, Tanjung Selamat, bahkan
Bukit Putus untuk menarik gerbong ketel isi minyak sawit, serta gerbong isi
kayu hasil hutan.
Walaupun perjalanan nyaris
tidak lancar, karena harus berhenti di sejumlah stasiun seperti Sunggal, Diski,
Binjai, Pungai, Kwala Begumit, Kwala Bingai, Pantai Gemi, Stabat, Bukitputus,
Tanjung Selamat, Kwala Pasilam, Tanjungpura Halte, Tanjungpura, Balai Gajah,
Gebang, Securai, Pangkalan Berandan. Walau banyak perhentiannya, animo
masyarakat untuk menggunakan KA sangatlah besar. Tiga kereta penumpang yang
terbuat dari kayu selalu tampak penuh sesak.
Pada tahun
2006 jalur Binjai-Besitang masih dilalui kereta penumpang yang berangkat setiap
hari minggu. Saat itu kereta penumpang rute Besitang tujuan Medan dapat dinaiki
dengan ongkos Rp 5000,00. Kemudian pada Bulan Desember terjadi banjir bandang
di sungai Besitang yang meluluhlantakkan bangunan, termasuk stasiun Besitang
yang tak jauh dari sungai.
Sementara jalur Binjai
– Besitang, apalagi Besitang – Langsa, sejak tahun 1980-an sudah tidak pernah
lagi melihat kereta api. Jalur ini pasrah seolah menunggu untuk di reaktivasi
kembali. Hanya sisa-sisa bentangan rel yang masih tampak di beberapa tempat
sebagai saksi sejarah walau sebagian relnya pun sudah dijarah masyarakat.
Pembangunan Jalur
Kereta Aceh dari Langsa menuju Besitang
Jalur Kuala
Simpang-Pangkalan Susu mulai dibangun tahun 1915 hingga 1917. Jalur ini
dibangun untuk mempertemukan jaringan kereta yang dibangun Atjeh Tram dengan
jaringan rel Deli railway Company (DSM). Pemerintah Hindia Belanda melihat
potensi untuk menghubungkan jalur ini bukan sebagai tujuan militer, namun untuk
mempermudah perpindahan komoditas perkebunan seperti karet dan angkutan barang
baik dari Aceh maupun dari wilayah Sumatera Utara.
Koneksi menuju
Pangkalan Brandan dimulai saat pembukaan jalur kuala Simpang menuju Sungai Lipoet
pada tahun 1914. Setelah itu, pada 1 Februari tahun 1916 jalur diteruskan
sampai Besitang. Pada tahun 1917 dibuat jalur double gauge dari Besitang menuju
Aru Bay di pangkalan Susu. Jalur ini memiliki dua lebar spur berbeda karena
digunakan dua perusahaan kereta api yang berbeda, Atjeh Tram dengan lebar spur
750 mm dan Deli Spoorweg yang memiliki jaringan rel lebar spur 1067 mm.
Sejarah Stasiun Besitang
Stasiun Besitang. Foto: Koleksi Tembakau Deli Blogspot |
Stasiun
Besitang (BSG) berada di Kecamatan Besitang Kabupaten
Langkat. Stasiun ini dibangun oleh maskapai Atjeh Tram. Stasiun ini cukup unik,
karena bangunannya diapit dua lebar spur yaitu, 750 mm dan 1067 mm. Dari barat,
jalur rel Aceh memiliki lebar 750 milimeter yang pada awalnya dibuat untuk
mobilisasi pasukan Hindia Belanda melawan para pejuang Aceh. Dari timur atau
Medan, lebar rel 1.067 milimeter untuk pengangkutan hasil perkebunan di Aceh
dan Langkat menuju Medan. Kemudian menyatu pada rel yang menuju Pangkalan Susu.
Hal ini
terjadi karena stasiun ini menjadi tempat pertemuan jaringan rel milik ASM
(Atjeh Staatspoor en tramwegen Maatschappij) dan DSM (Deli Spoorweg
Maatschappij). Di stasiun inilah terdapat pertemuan jalur dari Aceh dan jalur
Pangkalan Susu milik ASM dan jalur dari Pangkalan Brandan milik DSM atau
disebut break of gauge. Kelak di stasiun inilah akan menjadi saksi
pertemuan dua rel 1435 mm milik Divre 1 Aceh dan rel 1067 mm milik Divre 1
Sumut apabila rel Trans Sumatera benar-benar terwujud. Bekas rel 750 mm dari
arah aceh kini tertutupi ilalang diantara pepohonan.
Dari Besitang,
terdapat cabang ke Pangkalan Susu sepanjang 9,5 kilometer (km). Ini jalur unik
karena memiliki tiga rel untuk dilintasi kereta api dengan lebar 750 milimeter
yang berasal dari Aceh dan lebar kereta api 1.067 milimeter dari Medan.
Jalur serupa dengan
tiga batang rel ini juga pernah dibangun untuk menghubungkan Yogyakarta-Solo.
Tujuannya sama, yaitu memfasilitasi dua kereta api dengan lebar berbeda.
Hal unik lainnya ialah apabila ada lokomotif menarik
rangkaian gerbong dari Medan menuju Besitang, maka saat di percabangan
pangkalan Brandan lokomotif berjalan mundur sepanjang 14,4 km menuju Stasiun
Besitang. Ini disebabkan jalur rel dari arah Medan dan jalur rel dari arah
Besitang bertemu dengan posisi rel sama-sama mengarah ke Stasiun Pangkalan
Brandan.
Emplasemen Stasiun Besitang setelah relnya dicabut PT KAI. Foto: Koleksi Fanpage DR1RF |
Dahulu
stasiun ini juga sebagai tempat transit kereta ekspres dari Aceh kemudian
berganti kereta menuju Medan. Begitu pula dengan lalulintas kereta barang yang
menjadikan stasiun ini tempat pemindahan barang ke kereta menuju Medan.
Bangunan Stasiun Besitang sebelum direvitalisasi. Foto: doc.Herritage PT KAI |
Bekas Stasiun Besitang
sangat mengenaskan. Setelah rel keempat spoornya dicabut PT KAI untuk
dipindahkan ke Stasiun Kisaran, emplasemennya tidak pernah dirawat lagi.
Bangunannya tinggal
atap dan tiang-tiang penyangga kayu. Di dekatnya, ada bangunan lain berdinding
tembok batu bata. Ada plakat yang menunjukkan bangunan itu diresmikan Kepala
Perumka Eksploitasi Sumatera Utara Ir Marsono Mulyodiharjo pada 28 September
1991 sebagai "Ruang Istirahat Awak Kereta Api Besitang".
Perkembangan Jalur Medan-Besitang
Progres
pembangunan jalur rel kereta Medan-Besitang sudah dimulai sejak Juli 2015
menjadi awal rencana Kementerian Perhubungan (Kemenhub) membangun proyek kereta
api Trans Sumatera (Trans Sumatera Railways) sepanjang sekitar 2.168
kilometer.
Untuk
Binjai-Besitang jalur yang akan dibangun 84 km dan kini penggerjaannya sudah
pada tahap penimbunan jalur kereta yang direncanakan akan menghubungkan
Medan-Banda Aceh nantinya. Pengerjaan reaktivasi rel Binjai - Besitang ini
bersifat partial, dimana setiap 5/10 km kontraktornya berbeda-beda. Pengerjaan
jalur dikebut agar setidaknya jalur ini sudah dapat dilintasi hingga ke Stasiun
Stabat.
Dikutip dari berbagai
sumber
Untuk melihat
perkembangan lebih lanjut reaktivasi jalur KA Binjai-Besitang, kunjungi fanpage
Divre 1 Railfans berikut;
membantu
BalasHapusbegitu banyak kenangan disini
BalasHapus1 bulan tidur di stasiun besitang
BalasHapus