Sejarah
Kereta Api di Sumatera Utara
Angkutan
hasil Perkebunan Deli Maatschppij (DM)
Jaringan
kereta api ini bermula dari hasrat bisnis perkebunan tembakau. Untuk menjajaki
bisnis ini, pedagang-pedagang Belanda mendatangi negeri Deli dari Batavia
(Jakarta), pada 7 Juli 1865. Mereka adalah Falk dari perusahaan van Leeuwen,
Elliot dari perusahaan Maintsz & Co.,dan Jacobus Nienhuys dari perusahaan van Den Arend.
Karena
untuk membangun Deli, maka tak lama kemudian mereka mendapatkan konsesi seluas
empat ribu bahu untuk masa dua puluh tahun dari Sultan Mahmud Perkasa Alamsyah
(Sultan Deli ke-8) (Tengku Lukman Sinar, “Kereta Api DSM dan Tanah Konsesi”,
Harian Waspada, 1 Juni 2010).
Kelak,
Falk dan Elliot kembali ke Batavia karena merasa tidak mendapatkan hasil
sebagaimana yang diharapkan. Akan tetapi, Nienhuys tetap tinggal di Deli. Dan
karena membutuhkan kapital, pada 1869, dia pun mengajak pengusaha-pengusaha
Eropa (Belanda, Jerman, Inggris, Swis, Belgia) dan Amerika Serikat untuk
bergabung. Maka, lahirnya perusahaan tembakau yang sangat terkenal, “Deli
Maatschppij” (DM).
Perjanjian
dengan Belanda ini sebetulnya sesuatu yang relatif baru jika dilihat dari
perjalanan Kesultanan Deli. Sebab, pada 19 Februari 1823, atau 42 tahun sebelum
konsesi diberikan kepada Belanda, Kesultanan Deli telah menandatangi kontrak
dengan Kerajaan Inggris untuk sebuah kesepakatan dagang.
Surat
kerjasama yang berstempelkan Sultan Panglima Deli dan ditandatangi oleh J. W.
Salmon, anggota Dewan Prince of Wales Islands, ini memiliki sejumlah pasal. Dan
pasal satunya berbunyi, “Jika Belanda maupun kekuatan-kekuatan lainnya meminta
kekuasaan (settlement) di Delly, atau segala sesuatu yang menjadi otoritas
saya, saya tidak akan memberikannya, tidak juga membuat kesepakatan kontrak
khusus untuk menghormati kesepakatan perdagangan kita. Semulanya saya akan
berhubungan dagang dengan Pulo Penang”.
Hal
serupa juga terjadi pada Kesultanan Langkat, yang pada 15 Februari 1823 juga
menandatangi kontrak dengan Kerajaan Inggris. Surat perjanjian yang
berstempelkan Kejuruan Muda Raja Langkat dan ditandatangani juga oleh J. W.
Salmon, anggota Dewan Prince of Wales Islands, pun berisikan sejumlah pasal.
Dan pasal pertamanya berbunyi, “Saya tidak akan melakukan kontrak eksklusif
dengan Belanda atau pemerintah lainnya, niat dan keinginan saya adalah
perdagangan sebagaimana saat ini dan sampai nanti adalah dengan Penang”.
Rangkaian kereta angkutan hasil perkebunan di Stabat, Langkat |
Dalam
perdagangan, hal ini dapat dipahami. Negara manapun akan memilih bekerjasama
dengan siapapun selama perdagangan di antara pihak-pihak saling menguntungkan.
Tak
berapa lama saat perusahaan dari Belanda mulai mengolah perkebunan itu, Belanda
(Jacob Nienhuys) mendapatkan sejumlah kesulitan dari para petani Melayu dan Batak
yang merasa tersaingi. Dan ini menyulitkan Nienhuys untuk mendapatkan pekerja.
Oleh karena itu, dia pun mulai mengimpor tenaga kerja dari Jawa, India, dan
China (Mohammad Said, Suatu Zaman Gelap di Deli, Koeli Kontrak Tempo Doeloe
dengan Segala Derita dan Kemarahannya, 1977).
Akan
tetapi, ada juga yang menyebutkan bahwa alasan mengimpor tenaga kerja ini
dikarena bumiputera dilarang menjadi pekerja kasar oleh kesultanan, tetapi
minimal menjadi apa yang di masa itu populer disebut dengan istilah A. D. M (adminstrasi).
Para
pekerja inilah yang kemudian, di antaranya, membawakan hasil-hasil panen
tembakau dengan menggunakan kereta lembu. Mereka membawa hasil panen menuju
perahu-perahu besar yang dikayuh menuju pertemuan Sungai Deli dengan Sungai
Babura (Kampung Medan Puteri). Di sinilah segala urusan administrasi dan
penimbangan dilakukan, untuk kemudian diangkut ke Labuhan Deli menuju Eropa.
Maskapai
Perkeretaapian Deli (Deli Spoorweg Maatschaappij)
Peta jaringan perkeretaapian di masa awal DSM. Foto: KITLV |
Di
Eropa, tembakau ini dilelang dengan nama “Tembakau Deli” yang masyhur sebagai
pembalut cerutu (wrapper). Harganya disebutkan terus melonjak karena memiliki
aroma khusus yang menyegarkan orang kulit putih.
Untuk
mendukung perdagangan perkebunan inilah pihak perusahaan Belanda itu membentuk
unit angkutan usaha kereta api dengan nama NV. Deli Spoorweg Maatschappij
(DSM). Kesultanan Deli membuat Kesepakatan dengan NV DSM yakni sebagian lahan /
tanah yang menjadi objek Conssesie Mabar Deli Toewa Contract dipakai untuk
mendukung kegiatan Deli Spoorweg Mashappij (yaitu tanah dengan pinjam pakai
untuk rel jalan kereta api, pertapakan kantor dan perumahan karyawan) yang
dituangkan dalam suatu consessie tersendiri yaitu consessie Deli Spoorweg
Maatschappij (DSM) yang dimulai sejak tanggal 1 Maret 1912 selama 90 (sembilan puluh
tahun), maka dengan demikian conssesie
Deli Spoorweg Maatschappij (DSM) tersebut telah berakhir pada tahun 2002.
Dalam
Conssesie Deli Spoorweg Mashappij
terdapat perjanjian sebagai berikut :
1.Terhadap
tanah-tanh Adat masyarakat Adat Deli yang dipinjamkan pakai oleh NV. Deli
Spoorweg Maatschappij (NV. DSM) jika tidak diperuntukan lagi guna untuk
peruntukan perkeretaapian baik untuk perkantoran Kereta Api maupun jalur rel
Kereta Api maka akan dikembalikan kepada Sultan Deli selaku Pemegang Hak atas
nama masyarakat adat Deli, dan selama masa konsesi peminjam pakai tidak boleh
mengalihkannya kepada Pihak lain.
2.Selama
tanah-tanah adat Kesultanan Deli yang dijadikan sebagai objek dari consessie
Deli Spoorweg Maatschappij (DSM) dan selama tanah-tanah tersebut diusahai dan
dikuasai maka yang membayar pajaknya pada ketika itu kepada Pemerintah Belanda
adalah NV. Deli Spoorweg Maatchappij selaku pihak yang menyewa tanah-tanah adat
Kesultanan Deli tersebut
Bahwa
tanah-tanah adat Sultan Deli yang dikonsesikan atau dipinjam pakaikan kepada
Deli Spoorweg Matchappij hanyalah berstatus sebagai pinjaman dan bukan sebagai
pemilik sebab hak yang diberikan kepada Deli Spoorweg Maatschappij adalah Hak Eigendom Verponding yaitu hak pakai atas
tanah diatas hak orang lain.
Pada
bulan Juli 1881 “Deli Maatschppij” (DM)
mengajukan permohonan mengambil alih permohonan De Guigne itu yaitu
Konsesi Kereta Api dari Belawan ke Medan dengan syarat tanah yang diperlukan
untuk itu harus secara gratis diserahkan oleh kerajaan Deli maupun oleh pihak
perkebunan.
Berdasarkan
Beslit Gubernur Jendral (G.G) tanggal 23 Januari 1883 no. 17 (kemudian nanti
diperbaiki dengan Beslit 1912 dan 1918) berisikan syarat Konsesi antara lain
sebagai berikut :
Pertama, sejak 1912 masa berlakunya Konsesi Deli Spoorweg
Maatschappij (DSM) 90 tahun. Tanah konsesi dikeluarkan oleh Pemerintah Hindia
Belanda dengan Beslid GG.
Maka
berdasarkan Konsesi 1883 itu dibukalah oleh Deli Spoorweg Maatschappij ( DSM) 3
Jalur Pokok rel kereta api yaitu : line
Deli : Belawan – Medan – Deli Tua ( diresmikan Res. Kroesen 1886); Line Serdang : Medan – Serdang (Araskabu) –
Lubuk Pakam – Simpang Tiga Perbaungan (25 Juli 1886 s/d 7 Februari 1889) dengan
izin konsesi tanah oleh Sultan Serdang. Line Langkat : Medan – Binjai – Selesai
(19-2-1890) atas izin konsesi tanah oleh Sultan Langkat. Oleh Senembah
Maatschappij dibuka rel kereta api
muntik (tram) dari perkebunan Tanjung Morawa ke Batangkuwis (1889). Pada bulan
Agustus 1889 DSM membuat jalur kereta api Perbaungan ke Bedagai atas izin
Sultan Serdang. Jalan raya dari perkebunan menuju stasiun Perbaungan diperkeras
oleh Kesultanan Serdang sehingga pengangkutan alat dan barang untuk
Serdang sangat lancar.
Pada
tanggal 9-2-1897 DSM memohon izin kepada Gubernur Jendral dan tanah konsesi
dari kerajaan untuk membuka line : Perbaungan – Rampah – Bamban – Rantau Laban
– Tebingtinggi; Lubuk Pakam – Bangun Purba ; Selesai – Tanjung Pura – Pangkalan
Berandan – Pangkalan Susu – Kuala Simpang (Tamiang).
Pada
tanggal 11-4-1902 Gubernur Jendral mengizinkan Kerajaan Serdang agar DSM
melaksanakan Konsesi Perbaungan – Rantau Laban yang diresmikan tanggal
2-3-1903. Juga diresmikan lijn Lubuk Pakam – Bangun Purba 10-4-1904. Selanjutnya,
pada tahun 1916 dibangun jaringan Kereta Api yang menghubungkan Medan-Siantar
yang menjadi pusat perkebunan Teh. Pada tahun 1929-1937 turut pula dibangun
jaringan Kereta Api yang menghubungkan Kisaran-Rantau Prapat.
Keputusan
yang diambil perusahaan dalam membangun jaringan kereta api di wilayah Deli dan
Langkat sangat tepat terutama untuk memenuhi kebutuhan ekonomi ekspor. DSM
mendapat keuntungan yang besar karena perusahaan ini memiliki hak monopoli
angkutan perkebunan. Atas prakarsa pengusaha Belanda, seperti P.W Janssen
(Direktur Deli Maatchappij), B.Heldring (Direktur Nederlandsche Handel
Maatschappij), I.J van Santen (Direktur Nederlandsche Indische Handelsbank),
maka modal investasi dapat dikumpulkan sebesar 2.440.000 guldens.
Hal
ini didorong keinginan beberapa ahli perkereta-apian, seperti W.H.J Dates, T.H
Hillen, dan dukungan simpati oleh R.C Kroessen (Asistent Resident van Deli).
Akhirnya mereka sepakat mendaftarkan berdirinya Deli Spoorweg Maatschappij ke
Notaris J.E Clausing. Tercatat pada Nederlandsche Staatscourant No. 172 tanggal
25 Juli 1883.
Salinan saham DSM. Foto: KITLV |
Maka
pada tanggal 12 April 1884 dikeluarkanlah Bewijs Van Aandeel (Bukti Saham)
dengan jenis berbagi. Bukti Saham ini bernomor 0453 untuk perusahaan kereta api
" Deli Spoorweg Maatschappij" dengan denominasi F.1.000.000,-.
Pembangunan
jaringan Kereta Api di tanah Deli merupakan inisiatif J. T. Cremer yakni
manajer perusahaan Deli (Deli Matschappij) yang menganjurkan agar jaringan
Kereta Api di Deli sesegera mungkin dapat dibangun dan direalisasikan mengingat
pesatnya perkembangan perusahaan perkebunan Deli. Maka diangkatlah J.T. Cremer
(Deli Maatschappij) menjadi direktur Deli Spoorweg Maatschappij.
Beliau
juga telah menganjurkan pembukaan jalan yang menghubungkan antara
Medan-Berastagi dengan fasilitas hotel seperti hotel grand Berastagi dan Bukit
Kubu sekarang sebagai tempat peristirahatan pengusaha perkebunan.
Bukan
hanya perkeretaapian saja yang dikerjakan oleh Deli Spoorweg Mij, pengembangan
bisnis ini pun akhirnya berkembang pada bisnis jaringan telepon , perumahan dan
sewa gudang. Sarana komunikasi, seperti telepon sangat memungkinkan dilakukan
dengan mempergunakan fasilitas yang tersedia. Alasannya karena pembangunan
jaringan komunikasi mempergunakan jalur rel yang dimanfaatkan. Selain
penghematan juga bebas biaya pemancangan tiang-tiang telepon.
Kantor DSM. Foto: KITLV |
Laporan
Tahunan 1912 DSM menunjukkan pemasangan jaringan telepon terjadi peningkatan.
Peluang diversifikasi usaha melalui investasi jaringan telepon memperlihatkan
usaha sampingan ternyata mendukung pengembangan modal usaha. Secara keseluruhan
biaya pembangunan jaringan telepon berdasarkan Artikel 10 der Telefoon Concessie
voorwaarden 1912, bahwa sejak 1885-1939 biaya yang dikeluarkan 2.347.615,91
guldens.
Jaringan telepon
memang dibutuhkan pihak
perkebunan untuk
mendapatkan informasi antar
perkebunan yang satu dengan
lainnya. Jaringan telepon memberi
peluang untuk
mendapatkan keuntungan diluar
sektor transportasi.
Jaringan telepon mampu
melayani berbagai kebutuhan kalangan industri perkebunan
maupun masyarakat sekitarnya.
Dibangunnya jaringan telepon
akan membentuk kelompok masyarakat kota yang melakukan kegiatan perdagangan,
dimana pengaruhnya ditunjukkan dengan terbentuknya kota-kota perdagangan.
Sistem komunikasi
menjadi lancar antar
afdeeling maupun landschap yang
ada di pulau Sumatera. Hal ini didukung semakin panjangnya rel kereta api yang bersambung satu sama lain pada wilayah yang berbeda, baik Aceh,
Sumatera Timur, Sumatera
Barat dan Sumatera
Selatan. Prospek ini bukan
hanya menguntungkan DSM
(perusahaan) tetapi membantu
program pemerintah dalam mengusahakan kelancaran
administrasi dan kebutuhan militer. Pembangunan
jaringan telepon diberikan
kepada DSM berdasarkan konsesi yang
dikeluarkan oleh Surat
Keputusan Gubernur Jenderal
Hindia Belanda tgl 3 Maret 1886 No.22, dan SK tgl 3 September 1886
No.4/C, serta SK tgl 3 Desember 1912
No.41.
Begitu
juga dengan di Deli, perkembangan pertanian dan perkebunan sudah semakin besar,
bukan hanya tembakau, tapi karet, kopi, minyak sawit dan teh sudah menjadi
hasil yang harus membutuhkan transportasi yang lebih baik. Maka karena alasan
inilah Manager Deli Maatschappij, J.Cremer berinisiatif meminta kepada
Pemerintah Hindia Belanda untuk pembangunan jalan kereta Api.
Rencana
untuk menjadikan Sumatera Timur sebagai
pusat perkebunan di Sumatera dan Belawan adalah pelabuhan Internasional ekspor
dan import hasil perkebunan. Sejalan dengan rencana itu, pengusaha Kerata Api
Deli (DSM) berencana untuk menghubungkan jaringan kereta api Deli di Sumatra
Timur dengan Kereta Api Aceh yang dibangun dengan tujuan utama adalah untuk
kepentinagn politik dan ekonomi.
Pelabuhan Belawan yang terintegrasi rel kereta era zaman kolonial. Foto: Koleksi Troppen Museum |
Rencana
tersebut diusulkan pada tahun 1909 sehingga Belawan dapat dihubungkan dengan
Palembang sejauh 1400 Km. Oleh karena itu, pembangunan jaringan kereta api di
Sumatera Barat dilakukan dengan terlebih dahulu membangun rel yang
menghubungkan lintas Taluk-Teluk Bayur (273 Km), lintas Taluk-Tembilahan (212
Km) dan lintas Taluk-Pekan Baru (155 Km). Bila dicermati, pengusaha dan
penguasa kolonial telah merencanakan jaringan kereta api Trans Sumatra yang
menhubungkan kota-kota di Sumatra, mulai dari Atjeh hingga Palembang. Sumatra
Timur ( Medan ) direncanakan sebagai Pusat perkebunan dan Belawan menjadi
Pelabuhan Internasional eksport dan import.
Bersambung
part 2 nya mana kaa
BalasHapussabar ya, lagi disusun ulang
Hapusbagus artikelnya min
BalasHapusjozz